Kamis, 07 Oktober 2010

Kualitas Pendidikan Masih Jadi Mimpi


KUALITAS PENDIDIKAN MASIH MENJADI MIMPI
Oleh : Hidayatullah
Terbentuknya Banten sebagai Provinsi tentunya memiliki sejumlah cita-cita dan harapan dari masyarakat Banten, termasuk di dalamnya cita-cita dan harapan mendapatkan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Dan dalam perjalanan usianya yang telah mencapai satu dasawarsa (10 Tahun Banten menjadi Provinsi) ternyata masih banyak harapan dan cita-cita yang baru menjadi impian, walaupun tidak dapat dinafikan bahwa baik secara fisik maupun non fisik memang ada perubahan, sekalipun belum semuanya dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan dapat memuaskan serta memenuhi harapan semua pihak. Akan tetapi  sebagai manusia yang berbudaya dan beragama tetap harus bisa menghargai dan mengapresiasi usaha dan upaya-upaya yang telah dilakukan.
Sebagai warga Banten, tentunya kita juga tetap harus bisa memberikan koreksi yang konstruktif dan dorongan kepada pemerintah agar terus berupaya membangun dan melakukan perbaikan-perbaikan pada bidang pendidikan dengan lebih sungguh-sungguh dan komitemen yang tinggi yang berpijak pada visi Iman dan Taqwa sebagai landasan dalam membangun propinsi Banten ini. Karena tidak dapat disangkal bahwa pendidikan merupakan investasi masa depan kemajuan suatu masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, Jika kita merujuk pada Rencana Strategis pembangunan nasional pada bidang pendidikan yang memprioritaskan pada kebijakan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik, maka dapat kita lihat ternyata masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Hal ini tentunya membutuhkan kesungguhan, ketulusan dan sinergitas dari pemerintah dan juga seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut. Sehingga visi pembangunan Banten “Rakyat Banten Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa” dapat terwujud walaupun visi Banten Cerdas 2009 nampaknya harus menjadi mimpi. Mengapa hanya baru sebatas mimpi? Karena kenyataannya dapat kita lihat dari beberapa hal, seperti tentang pemerataan akses pendidikan, infrastruktur dan akuntabilitas manajemen pendidikan.
Pemerataan Akses Pendidikan Masyarakat
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari indeks peningkatan sumber daya manusianya. Salah satu point penting dari indicator tersebut adalah seberapa besar tingkat pendidikan masyarakatnya. Sebagaimana dijelaskann oleh kepala Dinas Pendidikan Propinsi Banten bahwa penduduk Banten yang buta aksara sudah menurun dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 300 ribu orang lebih, sekarang ini  tinggal sekitar 155.300 orang, atau masih ada sekitar 2,37 persen. Angka tersebut di bawah rata-rata nasional sebanyak lima persen (matanews.com, 9 Januari 2010). Hal ini tentunya menjadi informasi yang menggembirakan, walaupun mungkin itu  baru di atas kertas. Namun pada sisi angka putus sekolah masih cukup tinggi. Berdasarkan data BPS yang dikutip oleh Koran Banten (9 Pebruari 2009) bahwa penduduk laki-laki yang putus sekolah di wilayah Kabupaten Tangerang dengan jumlah lebih dari satu juta jiwa. Serang menempati posisi kedua dengan jumlah setengah juta jiwa lebih. Ketiga, Kota Tangerang dengan jumlah 475.991 jiwa. Keempat, Kabupaten Lebak dengan jumlah 353.645 jiwa. Kelima, Kabupaten Pandeglang dengan jumlah 326.731 jiwa dan yang terakhir Kota Cilegon dengan jumlah 103.001 jiwa. Peringkat pertama penduduk wanita yang putus sekolah juga masih berada di wilayah Kabupaten Tangerang dengan jumlah dua juta jiwa lebih. Kedua, Serang dengan jumlah satu juta jiwa lebih. Ketiga, Kota Tangerang dengan jumlah 954.214 jiwa. Keempat, Kabupaten Lebak dengan jumlah 668.479 jiwa. Kelima, Kabupaten Pandeglang dengan jumlah 624.337 jiwa. Posisi terakhir Kota Cilegon dengan jumlah 198.811 jiwa. Dari data tersebut tentunya perlu menjadi pemikiran bersama, walaupun besarnya jumlah angka disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk pada masing-masing wilayah.

Terbatasnya akses pendidikan bisa dikarenakan kurangnya sarana pendidikan yang tersedia, bisa pula diakibatkan pengetahuan dan kesadaran mereka tentang pentingnya pendidikan juga masih terbatas atau bahkan kondisi ekonomi mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak mampu untuk membiayai pendidikan. Untuk itu, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah secara sinergis (propinsi dan Kabupaten/Kota) untuk mengatasi masalah tersebut, disamping mendorong keterlibatan pihak lain/swasta untuk ikut berperan serta. Jangan sampai muncul ketidak sinkronan atau tumpang tindih program antara propinsi dengan Kabupaten/kota yang disebabkan semata-mata project oriented atau ego sentries.
Infrastruktur Pendidikan dan Akuntabilitas Manajemen Pendidikan
Infrastruktur pendidikan seperti gedung sekolah, ruang belajar, dan fasilitas yang lainnya nampaknya masih juga menjadi persoalan tersendiri. Sering kita membaca dan mendengar kalau ada sekolah yang gedungnya rusak, roboh, siswanya belajar di tenda atau di teras sekolah, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan betapa perencanaan pembangunan di bidang fisik masih rendah yang mungkin disebabkan oleh rendahnya anggaran yang disediakan. Namun pada sisi yang lain justru ada  isu-isu yang menyesakkan dada seperti tentang adanya mark-up anggaran dan korupsi fasilitas pendidikan (kasus buku, komputer, rehabilitas gedung, dan sebagainya) serta fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada para pemegang kebijakan (eksekutif dan legislatif) terkesan berlebih dan kurang peduli terhadap kesengsaraan dan “kepusingan” masyarakat.
Semua menyadari bahwa keterbatasan anggaran adalah menjadi salah satu factor penyebabnya, tetapi masyarakat banyak menanti janji pembangunan yang sering dijadikan slogan dalam menarik hati mereka dalam setiap event pemilu. Sehingga diharapkan masyarakat tidak lagi banyak mendengar gedung roboh, sekolah di bawah pohon (karena tidak ada ruangan) sementara pada sisi yang lain terjadi penyelewengan-penyelewenangan anggaran yang dilakukan oleh pengelola pendidikan. Kalau ini terjadi berarti tujuan pembangunan nasional bidang pendidikan dalam hal akuntabilitas manajemen pendidikan tidak tercapai.
Mari Menata Bersama
Permasalahan di atas, memang tidak merata pada semua wilayah. Karena ada juga Kota yang mendapatkan penghargaan, namun secara umum Banten masih mengalami sejumlah persoalan tersebut. Oleh karena itu, tentunya tiada kesuksesan tanpa kerjasama sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, dan tiada kesempurnaan tanpa adanya saling koreksi (Tawaa shau bil Haqq watawaa shau bi shabr). Menyikapi pemerintahan yang sekarang sedang berjalan hendaknya kita dorong terus untuk melakukan perubahan, perbaikan dan  peningkatan mutu pendidikan di propinsi Banten ini, baik dalam hal pemberian akses yang lebih merata agar seluruh warga banten dapat  menikmati haknya  memiliki pendidikan secara formal, maupun peningkatan kualitas pendidikan. Mudah-mudahan pemerintah dan jajarannya dapat mengemban tugasnya dengan amanah dan  bertanggung jawab yang berpegang teguh pada nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan, dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompoknya semata. Serta kerjasama pemerintah propinsi dan kabupaten/Kota selalu bagai gayung bersambut dan seirama. Semoga... Amiiin.

Hidayatullah
Dosen pada Fakultas Tarbiyah dan Adab dan
 Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat
 IAIN  “Sultan Maulana Hasanuddin” Banten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar